AL-QUR'AN:Sumber Dari Segala Sumber

Wednesday, February 11, 2009

Islam Substansi Ibarat Naik Pesawat Imitasi

[Tadabbur] RM Edisi 25 th.III Muharram 1430H

Islam Substansi Ibarat Naik Pesawat Imitasi

Pada prinsipnya, kaum Muslimin sepakat bila Syari'at Islam terlaksana dalam kehidupannya. Kita belum pernah mendengar, ada orang Islam yang terus terang mengaku, “Saya Muslim tetapi saya kafir terhadap Syari’at Islam.” Namun dalam kenyataannya muncul pandangan yang tidak menolak Syari’at Islam, tapi juga tidak setuju bila Syari’at Islam diformalkan dalam bentuk aturan hidup atau undang-undang Negara. Sikap demikian dikenal dengan istilah Islam Subtantive. Yaitu, Islam yang hanya dijalankan spiritnya (substansinya) saja, tidak perlu dinampakkan secara formal (terus terang); persis ungkapan, “yang penting nilainya dan bukan formalisasinya.”

Adanya minimalisasi ajaran Islam seperti ini, ibarat dua khafilah yang datang ke Bandar Udara. Satu kelompok memasuki bandara yang pesawat terbangnya imitasi, sedang kelompok yang satu lagi memasuki bandara yang pesawat terbangnya asli. Kelompok pertama datang bertanya, “saya mau ke Jakarta, kalau naik pesawat terbang yang ada di sebelah sana berapa tiketnya?” Petugas loket menjawab, “Rp. 25 ribu, silahkan masuk dan mencobanya.”


Sedangkan harga tiket pesawat terbang yang sesungguhnya Jogja-Jakarta adalah 450 ribu. Penumpang pesawat imitasi berkomentar, “ kami bisa naik pesawat terbang hanya dengan 25 ribu, yang penting bisa duduk di kursi pesawat”. Ketika pesawat yang sesungguhnya terbang membawa penumpang ke Jakarta, penumpang yang naik pesawat imitasi berteriak.

“Kenapa kami tidak bisa terbang, padahal sudah bayar 25 ribu?” Mereka marah dan komplain kepada penjaga . “Anda menipu kami. Sudah bayar 25 ribu, tapi kami tidak diberangkatkan ke Jakarta.” Penjaga berkata, “bukankah Anda menyatakan, naik pesawat yang penting substansinya (spiritnya), bisa duduk di kursi pesawat terbang. Sedangkan untuk bisa terbang, pesawat tidak hanya substansinya, tapi juga formal (terus terang), ada body pesawat sekaligus mesin yang dapat menerbangkannya. Bandingkan dengan penumpang sebelah sana, mereka memilih hakekat pesawat terbangnya sehingga dia bisa terbang dan mengantarkan penumpang hingga tujuan.”

Oleh karena itu Rasulullah SAW mengingatkan: “Inna ‘amalal jannah mahjubun bil makarih wa inna ‘amalan naari mahjubun bil syawayi.” Sesungguhnya amal-amal yang menuju syurga itu dirintangi oleh berbagai macam hal yang tidak menyenangkan , tetapi amal yang menuju ke neraka itu dipoles dengan berbagai macam kesenangan-kesenangan.

Jadi, sudah merupakan karakteristik manusia, mau yang Murah, Enak, Menyenangkan Walaupun celaka. Seperti perumpamaan seseorang yang naik pesawat terbang imitasi itu. Maka kita menawarkan bangsa Indonesia ini, kita naik pesawat terbang yang sesungguhnya walaupun membayar dengan mahal. Karena hanya dengan pesawat terbang yang sesungguhnya dan mahal itulah yang bisa mengantarkan penumpang ketempat tujuan.

Di awal kemerdekaan bangsa Indonesia, KH. Wahid Hasyim Menteri Agama yang pertama mengatakan, “Bangsa Indonesia dengan fatwa haram Mencuri mereka tidak mau mencuri, dengan fatwa haram Berzina mereka tidak mau berzina, dengan fatwa haram Merampok mereka tidak mau merampok. Hampir-hampir polisi pada waktu itu tidak ada kerjanya.” Tetapi kenapa pada sekian tahun kemudian fatwa haram itu tidak berlaku lagi. Bahkan dipenjarakan 20 tahun masih juga mencuri.

Pertanyaannya, untuk mencegah rakyat Indonesia agar tidak melakukan kejahatan dengan cara apa? Nasionalis-Sekuler sudah mencoba dan menghasilkan kegagalan dalam berbagai sektor kehidupan. Malah melahirkan wakil-wakil rakyat koruptor dan main perempuan tanpa rasa malu. Menghasilkan menteri yang tidak punya rasa malu ketika dia diisukan sebagai koruptor. Kenapa? Karena dia naik pesawat imitasi. Di pesawat imitasi tidak ada Mesin, tidak ada Pilot, tapi ada Bangku yang menyerupai pesawat yang asli. Kalau bangsa Indonesia tetap memakai pesawat imitasi, maka bangsa Indonesia akan lumat sebagaimana lumatnya Uni Soviet menjadi berkeping-keping, Yugoslavia menjadi berkeping-keping sehingga tinggal kenangan sejarah.

Keadaan inilah yang tidak dikehendaki oleh kaum Muslimin Indonesia yang tidak rela Negara Indonesia terpecah-pecah. Umat Islam-lah yang memerangi Belanda untuk merebut negeri ini. Tetapi setelah merdeka kaum Muslimin ditipu dan diberdayakan oleh kaum nasionalis dan kaum sekuler. Kaum sekuler yang membuat kapal terbang imitasi untuk menjerumuskan umat Islam. Maka secara Moral patutkah dipertanyakan. Beranikah kaum nasionalis dan kaum sekuler yang tidak ikut andil dalam mengusir penjajah untuk menyerahkan urusan Negara ke tangan umat Islam yang notabene yang telah merebut Negara ini dari tangan penjajah Belanda? Logikanya, bila tukang batu tidak mampu untuk membangun rumah, dia rela dipecat, diganti dengan tukang batu yang mampu membangun rumah.

Sekarang mereka yang sekuler dan nasionalis setelah gagal membangun Indonesia, kenapa tidak mau bermoral baik seperti tukang batu yang mau mengundurkan diri walaupun dia tidak mendapatkan apa-apa? Sementara kaum sekuler dan nasionalis telah Mengobrak-abrik Indonesia, Menghancurkan Indonesia, Memiskinkan Indonesia, Menjual hutan Indonesia. Bahkan sekarang rakyat Indonesia dijadikan buruh oleh pemerintah yang bangga mengirim TKW untuk “diseterika” di Negara lain, bangga mengirimkan TKI untuk “dibunuh” di Negara lain. Lalu apa tanggung jawab pemerintah kepada rakyat selama ini? Apakah cita-cita pemerintah hanya menjadikan rakyatnya sebagai budak di Negara lain? Inilah saatnya umat islam menyatakan tuntutan secara terus terang, bahwa barang imitasi tidak bisa digunakan. Karena itu umat Islam tetap menuntut Syari’at Islam harus ditegakkan secara kaffah di lembaga Negara untuk dijalankan dalam menyelamatkan kehidupan manusia baik di dunia maupun di akherat.


WaOne Palesu

No comments:

detikcom