AL-QUR'AN:Sumber Dari Segala Sumber

Thursday, November 20, 2008

Kembalilah Ke Ekonomi Islam

Islam menawarkan sistem ekonomi yang lebih bermartabat, adil dan bebas krisis. Akankah sistem ”langit” ini mampu menginspirasi dunia? Atau bahkan dipraktikkan secara nyata?

Kesadaran, rupanya berjalan berkelindan dengan penyesalan. Ia datang belakangan setelah terjadi peristiwa. Kondisi yang sama terjadi dalam tatanan ekonomi. Setelah sistem kapitalis yang selama ini dianggap mampu menopang kemakmuran, kemajuan dan keadilan, tiba-tiba guncang menuju pada keruntuhannya, pemimpin dunia pun mulai mempertanyakan sistem ini.

Satu di antaranya adalah Prancis. Melalui menteri ekonominya Cristine Lagarde, negeri tempat berdirinya Menara Eiffel ini mengumumkan akan menyesuaikan sistem ekonomi dan aturan hukum yang berlaku agar bisa mengakomodasi sistem keuangan syariah. Lagarde tak main-main. Ia pun mengumpulkan investor asal Timur Tengah dan negara-negara Teluk agar menanamkan investasinya di negerinya.

Untuk mendukung berjalannya sistem ekonomi Islam, Prancis akan melakukan modifikasi sistem fiskal dan sistem legal agar bisa memfasilitasi penerbitan Sukuk dan transaksi real-estate yang tidak mengandung riba. Sampai saat ini, meski menjadi negara Eropa dengan jumlah warga Muslim terbesar–sekitar 7 juta jiwa–Perancis belum memiliki lembaga keuangan Syariah.

Berbeda dengan Inggris. Jauh sebelum terjadi resesi September–Oktober ini, negerinya Ratu Elizabeth ini sudah mengizinkan beroperasinya sistem keuangan Islam. Hal ini ditandai dengan beroperasinya Islamic Bank of Britain (IBB) pada 2004 atas izin Financial Service Authority (FSA). Proses pendiriannya dirintis sejak 2002, diawali dengan pembicaraan antara pemerintah dengan investor Timur Tengah.

Saat ini, selain Bank Syariah, di Inggris sudah beroperasi Asuransi Syariah dan surat obligasi syariah (sukuk). Jadi, Inggris satu-satunya negara Eropa yang mengizinkan beroperasinya Sukuk. Sekretaris Bidang Ekonomi Departemen Keuangan, Ed Balls pada Harian Daily Telegraph mengatakan, pihaknya siap mereformasi sistem ekonominya untuk mendorong berkembangnya produk-produk syariah. Misalnya, regulasi dan sistem pajak.

Sayangnya, ketika Amerika dan Eropa dilanda resesi seperti saat ini, hanya Prancis yang bersuara lantang menjadikan sistem keuangan Islam sebagai salah satu solusi dalam mengatasi krisis. “Ini adalah kali pertama pejabat pemerintah Prancis secara terbuka mengatakan berminat mengembangkan sistem keuangan Islam,“ ujar Emmanuel Volland, seorang analis di Lembaga Rating Standard and Poor’s.

Inilah kesadaran. Ibarat ”hidayah”, datangnya memang tak bisa diprediksi. Semaunya ada dalam genggaman Ilahi Rabbi. Ketika Allah SWT menghendaki Prancis sebagai ”panglima” dalam menerapkan sistem keuangan Islam untuk mengatasi krisis, bukanya Inggris, padahal Inggris lebih lama mempraktikkan sistem keuangan Islam, kita hanya bisa berharap, pasti ada hikmah di balik kejadian ini.

Yang jelas, apapun bangsanya, warna kulitnya, agama dan kepercayaannya, jika mereka menerapkan sistim Ilahi, keberkahan akan menyelimuti negeri itu. Kenapa keberkahan akan datang? Menurut Direktur Karim Business Consulting Adiwarman Karim ada beberapa sebab kenapa sisitem Islam lebih adil dan mendatangkan keberkahan.

Pertama, ekonomi Islam membedakan antara uang (alat tukar) dan capital (modal). Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan perekonomian pun makin baik. Islam juga menganjurkan Qardh (pinjaman) dan sadaqah yang secara makro akan mempercepat perputaran uang dalam perekonomian.

Kedua, ekonomi Islam tidak mengenal motif money demand for speculation, karena dalam spekulasi bisa terdapat unsur riba (bunga), maisyir (transaksi yang mengandung judi), serta gharar (transaksi yang tidak jelas dan penuh tipuan) yang diharamkan. Sementara sistem kapitalis (konvensional) justru memberikan bunga (return). Tapi Islam menjadikan harta (capital) sebagai objek zakat.

Ketiga, dalam ekonomi Islam, uang adalah milik masyarakat. Karenanya, penimbunan atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang yang beredar. Islam tidak membenarkan penimbunan uang, karena penimbunan uang berarti menarik uang dari peredaran untuk sementara. Lambatnya perputaran uang akan melemahkan perekonomian.

Kelima, ekonomi Islam menghendaki, capital adalah milik pribadi. Karenanya, capital adalah objek zakat. Bagi yang tidak memproduktifkan capitalnya, Islam menganjurkan untuk melakukan musyarakah atau mudharabah yaitu, bisnis dengan bagi hasil. Jika tidak ingin mengambil resiko dengan bermusyarakah atau bermudharabah, Islam menganjurkan untuk melakukan Qardh yaitu, meminjamkan capitalnya tanpa imbalan apapun. Pinjam Rp 1 juta, kembalinya juga Rp 1 juta.

Keenam, Islam tidak mengenal time value of money, tapi Islam mengenal economic value of time. Artinya, yang bernilai waktu itu sendiri. Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cicit Rasulullah saw, yang pertama kali menjelaskan dibolehkannya harga tangguh bayar lebih tinggi daripada harga tunia. Inilah keindahan Islam; riba diharamkan, jual beli dengan tanguh bayar dihalalkan.

Intinya ekonomi Islam menghendaki adanya keseimbangan antara sektor riil dengan sektor financial (keuangan). Demikian juga dengan perbankan syariah. Pertumbuhan pembiayaannya tidak bisa dilepas dari pertumbuhan di sektor riil yang dibiayainya. Jadi, perbankan syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam adalah perbankan yang mengaitkan antara sektor keuangan dengan sektor riil.

Karenanya, sistem keuangan Islam termasuk di dalamnya perbankan syariah, tidak mengenal adanya bubble growth (pertumbuhan gelembung) yang sewaktu-waktu bisa meledak seperti pada sistem kapitalis. Implikasinya, perbankan syariah mempunyai resistensi yang lebih baik ketimbang bank konvensional (bank riba) dalam menghadapi krisis ekonomi global seperti yang terjadi saat ini.

Mata Uang

Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (BMI) A Riawan Amin mengatakan, dalam perekonomian Islam, sejatinya, tidak dikenal uang selain emas. Sistem uang kertas yang dianut dunia saat ini adalah hasil hasutan negeri supor power yang punya kekuasan. ”Mereka memanipulasi dan memforsir kekuasaan yang dimiliki untuk memperkaya diri dan memperluas kekuasaan,” ujarnya.

Ketika Uni Eropa mengeluarkan mata uang Euro, AS tak suka hegemoninya diusik. AS pun menggunakan segala daya upaya untuk menegakkan kekuasaan keuangannya, hingga melancarkan tindakan agresi. Karenanya, lanjut Riawan, dunia saat ini harus kembali pada nilai emas. Harus melepaskan ketergantungan pada mata uang kapitalis.

”Dalam merancang mata uang Euro, Uni Eropa mempersiapkannya selama 20 tahun. Mereka menunggu seluruh anggota Uni Eropa mempunyai cadangan emas yang cukup untuk mem-back-up mata uang yang beredar sebesar minimal 33%. Dunia harus mencontoh metode ini, karena bisa membuat situasi financial dunia lebih baik.

Selain itu, Ekonomi Islam juga mengenal mata uang dinar dan dirham. Dinar adalah koin emas 22 karat dengan kadar 91,7%, seberat 4,25 gram, dan berdiameter 23 mm. Sedangkan Dirham adalah koin perak murni dengan berat 2,975 gram. Awalnya, dinar adalah mata uang Kerajaan Romawi, sedangkan dirham mata uang Kerajaan Persia.

Selanjutnya, penggunaan dinar dan dirham diadaptasi umat Islam sejak zaman Rasulullah saw. Sedangkan standarisasinya dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang berlaku sampai sekarang. Saat ini, dinar memiliki variasi ukuran 1,5 dan ¼ dinar. Sedangkan dirham memiliki variasi ukuran 1 dan 5 dirham.

Jika membeli dinar dan dirham, selain mendapat koin dinar dan dirham, akan mendapatkan sertifkat yang dikeluarkan oleh pembuat koin yakni PT Logam Mulia Aneka Tambang (ANTAM). Sertifikat ini sebagai bukti keaslian kadar logam mulia yang terkandung di dalamnya.

Sayangnya, mata uang ini penggunaannya tak berkembang, padahal dari sisi investasi memiliki keunggulan dibanding fiat money (uang kertas). Pertama, untuk investasi. Dinar dan dirham nilainya relatif tetap dan tidak terpengaruh inflasi. Karenanya, jika menyimpan 10 dinar sekarang, 10, 20 tahun ke depan daya belinya relatif sama. Berbeda dengan menyimpan uang kertas, Rp 1 juta saat ini, nilainya akan berkurang pada 10, 20 tahun mendatang.

Kedua, untuk mahar/mas kawin. Mahar dengan dinar/dirham nilainya relatif sama meski telah dimakan waktu. Jika mahar menggunakan uang kertas, setelah sekian tahun nilainya akan turun. Bagaimana dengan perhiasan emas? Dari sisi harga, perhiasan emas lebih mahal karena ada biaya produksi. Saat dijual, selisihnya cukup besar dari harga beli. Umunya kadar perhiasan hanya 16–20 karat.

Ketiga, untuk membayar zakat. Nishab zakat harta yang telah dimiliki selama satu tahun adalah 20 dinar (85 gram emas 22 karat). Zakatnya adalah 0,5 dinar (2,5%). Sedangkan nishab zakat dirham sebanyak 200 dirham. Zakatnya 5 dirham.

Keempat, untuk transaksi. Meski dinar dan dirham sangat memungkinkan digunakan dalam bertransaksi, tapi sampai saat ini masih digunakan oleh kalangan terbatas. Berbeda dengan di Afrika Selatan. Di negeri ini, Krugerand, koin emas senilai 1 troy once (setara 8 dinar), diakui sebagai alat tukar sah berdampingan dengan rand, mata uang kertas mereka.

Memang, dunia terus berputar. Ketika sistem kapitalis mengalami resesi menuju pada kehancurannya, seperti kondisi saat ini, dengan sendirinya akan memunculkan sistem alternatif sebagai pengganti. Tapi, berkaca pada kondisi riil sistem ekonomi Islam yang saat ini berjalan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, apakah sudah mampu sistem Illahi ini menggantikan kekuatan kapitalisme saat ini juga?

Yang pasti, bagaikan permainan vidio game, ketika terjadi game over, permainan bisa dimulai lagi. Demikian juga dengan collapse-nya kapitalisme saat ini, bisa jadi, mereka akan bangkit, tumbuh dan memulai permainan baru dengan cara lama atau cara baru, bahkan mengadopsi sistem ekonomi Islam sesuka hati mereka, demi kejayaan hegemony-nya. Walahu’alam.

Laporan: Adhes Satria dan Andy Sulistiyono


WaOne Palesu

Sumber : www.sabili.co.id


No comments:

detikcom